Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Sabtu, Oktober 30, 2010

Benzodiazepin

Pendahuluan

Dalam penggunaannya, efek benzodiazepine yang diinginkan adalah efek hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara lain adalah perbaikan anxietas, euphoria, dan kemudahan tidur. Saat efek ini tercapai, maka akan timbul perasaan psikologis untuk terus menggunakannya jika terjadi anxietas dan kesulitan tidur. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus, maka pola penggunaannya akan menjadi kompulsif. Sehingga terjadi ketergantungan fisik. Komponen psikologi dari ketergantungan ini dapat disejajarkan dengan efek ketergantungan kopi dan rokok pada mereka yang telah kecanduan.
Hampir setiap obat hipnotik-sedatif dapat menyebabkan ketergantungan. Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh dan golongan obat yang digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan dieliminasi lama untuk mencapai penghentian obat bertahap sedikit-demi sedikit. Sedangkan pada obat dengan waktu paruh singkat akan dieliminasi dengan cepat sehingga sisa metabolitnya tidak cukup adekuat untuk memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan waktu paruh singkat sangat bergantung dari dosis obat yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan.
Gejala-gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai golongan obat hipnotik-sedatif. Gejala-gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur dibanding sebelum penggunaan obat-obatan hipnotik-sedatif. Gejala abstinensi pada panggunaan obat short acting lebih mudah terjadi daripada penggunaan obat long acting. Jika gejala ini terjadi, ada kecenderungan untuk menggunakannya lagi. Karena mungkin dari sisi psikologis, si pemakai akan merasakan rasa nyaman karena sifat obat tersebut. Seperti yang telah dikatakan di atas, maka
penggunaan menahun untuk mengatasi gejala-gejala abstinensia ini akan menjadi kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik. Si pemakai merasa seolah-olah tidak bisa merasakan nyaman jika tidak menggunakan obat-obatan gtersebut.
Efek ini diperparah dengan tingginya dosis letal pada penggunaan benzodiazepine. Sehingga pemakai merasa tidak akan bermasalah (karena bagi orang awam, masalah penggunaan obat yang paling menakutkan adalah dapat menyebabkan kematian dalam penggunaan dosis tinggi) jika menggunakan obat-obatan ini dalam dosis besar.
Di beberapa negara maju dan berkembang, seperti di Belanda dan Indonesia, Benzodiazepin digolongkan ke dalam golongan psikotropika. Sehingga penggunaannya dibatasi. Masuknya semua obat golongan benzodiazepine ini karena pada penyalahgunaannya dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis.

ISI

Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepine memiliki empat daya kerja seperti efek anxiolitas, hipnotik-sedatif, antikonvulsan, dan relaksan otot. Setiap efek berbeda-beda tergantung pada derivatnya dan berdasarkan pengaruh GABA pada SSP. Benzodiazepine menimbulkan efek hasrat tidur bila diberi dalam dosis tinggi pada malam hari. Dan memberikan efek sedasi jika diberikan dalam dosis rendah pada siang hari.
Masing-masing derivate mempunyai efek yang menonjol diantara tiga efek lainnya. Sebagai contoh; diazepam mempunyai efek anxiolitas yang lebih menonjol sehingga sering digunakan sebagai tranquilizer.
Keuntungan yang bisa didapat dari penggunaan benzodiazepine adalah tidak merintangi tidur REM. Sebelumnya, diperkirakan bahwa zat ini tidak menimbulkan toleransi. Akan tetapi, ternyata zat ini juga menimbulkan toleransi jika digunakan dalam 1-2 minggu.

A. Penggolongan Benzodiazepine
Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok:
1. Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah sedative-hipnotik.
2. Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3. Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini.
Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya.

B. Mekanisme Kerja
Benzodiazepin terikat pada saluran molekul klorida yang berfungsi sebagai reseptor GABA. Saluran ini mengandung reseptor GABA dimana banyak obat yang mempengaruhi SSP terikat pada saluran ini. Benzodiazepin terikat secara alosterikal pada saluran ini yang menyebabkan peningkatan afinitas GABA pada reseptornya. Dengan meningkatnya afinitas GABA pada reseptornya ini, maka efek eksitasi dari asetil kolin dihambat.

C. Farmakodinamik
C.1. Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada dosis yang rendah.

C.2. Hipnotik
Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah dengan menurunkan masa laten mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur REM, dan penurunan lamanya tidur gelombang lambat.

C.3. Anestesi
Efek dalam dosis tinggi dapat mnekan susunan saraf pusat ke titik yang dikenal sebagai stadium III anestesi umum. Efek ini tergantung pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat tersebut.
Dalam penggunaannya dalam bedah, selain efek anestesi, juga dimanfaatkan efek amnesia retrogradnya. Sehingga pasien bedah operatif tidak mengingat kejadian menyeramkan selama proses bedah.

C.4. Efek Antikonvulsi
Kebanyakan zat hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran naktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat.

C.5. Relaksan Otot
Beberapa zat hipnotik – sedatif dalam goglongan benzodiazepin mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius, dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada sambungan neuromuskular otot rangka.

C.6. Efek pada Respirasi dan Kardiovaskular
Beberapa zat hipnotik-sedatif dapat menimbulkan depresi pernafasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif. Dan pada penyakit yang melemahkan sistem kardiovaskular bisa menyebabkan depresi kardiovaskular. Ini kemungkinan disebabkan oleh kerja pada pusat vasomotor pada medula oblongata. Pada dosis tinggi, kontraktilitas miokardium dan tonus vaskular mungkin akan tertekan yang akan menyebabkan kolaps sirkulasi. Efek terhadap respirasi dan kardiovaskular akan lebih jelas jika diberikan secara intravena.
Pemberian benzodiazepin pada prakteknya menghasilkan penekanan pada zat endogen mirip benzodiazepin. Sehingga zat-zat ini berkurang kadarnya saat pemberian benzodiazepin. Efek inilah yang akan mempengaruhi ketergantungan tubuh terhadap benzodiazepin. Akan tetapi, hal ini dapat dihindari dengan pemakaian benar dari zat-zat turunan benzodiazepin.

D. Farmakokinetik
Benzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada pH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung dengan baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal dicapai pada ½ sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan klordiazepoksida, oksazepam dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang lipofilik, maka kadar maksimumnya baru tercapai pada 1-4 jam. Distribusi terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa diantara zat benzodiazepin mengalami siklus enterohepatik.
Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila diberikan dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh karena itu bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada kejang demam.
Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus dan zat-zat ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke palsenta relatif lambat, maka kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat dibandingkan ke sistem saraf pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat sebelum lahir, maka akan menimbulkan penekanan fungsi vital neonatus.
Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan eliminasidari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi mendai glukoronida oleh enzim glukoronil transferase.
Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah dalam bentuk aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya. Sehingga lebih dapat menyebabkan efek hang over dari pada golongan short acting pada penggunaan dosis ganda.
Yang perlu diwaspadai adalah pada penggunaan golongan short acting lebih dapat menyebabkan efek abstinens. Efek ini timbul karena penggunaannya dapat menekan zat endogen. Sehingga pada penghentian mendadak, zat endogen tidak dapat mencapai maksimal dalam waktu cepat. Sehingga terjadilah gejala abstinens yang lebih parah daripada sebelum penggunaan zat tersebut. 

E. Efek Samping
Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek tersebut antara lain adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan rasa pahit di mulut. Adapun efek samping lainnya adalah:
1. Hang over. Efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat.
2. Amnesia Retrograde. Efek samping ini bisa dimanfaatkan oleh bagian bedah untuk menghilangkan sensari ngeri karena melihat proses pembedahan.
3. Gejala paradoksal. Berupa eksitasi, gelisah, marah-marah, mudah terangsang, dan kejang-kejang.
4. Ketergantungan. Efek ini biasanya lebih bersifat psikologis. Timbulnya efek ini karena timbulnya gejala abstinens yang menyebabkan pemakai merasa lebih nyaman jika menggunakan zat ini. Jika terjadi menahun, hal ini akan menimbulkan kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik. Efek ini dapat diperparah karena dosis letal pada penggunaan benzodiazepin sangat tinggi.
5. Toleransi. Efek ini terjadi setelah 1-2 minggu pemakaian.
6. Abstinens. Gejala yang timbul merupakan gejala yang mirip bahkan lebih parah dibandingkan gejala sebelum dipakainya benzodiazepin. Misal timbulnya nightmare, perasaan takut, cemas, dan ketegangan yang hebat.

Tabel 1: data benzodiazepin yang biasa digunakan untuk sedatif dan tranquilizer
 
Nama zat
Spesialite
Plasma t ½
Metabolit aktif dan plasma t ½ nya
Dosis (mg)
Triazolam
Halcion
3-4 jam
Metil (hidroksitr)
8 jam
¼ - 1
Estazolam
Esilgan
3-4
Hidroksi estaz
8
1-2
Loprazolam
Dormonoct
8
-
-
0.5-2
Midazolam
Dormicium
2
Alpha Hidrosi-m
1
7,5-15
Oksazolam
Seresta
10-14
-
-
10-30
Temazepam
Normison
8
Oksazepam
-
10-30
Lorazepam
Ativan
12
-
-
1-2
Lormetazepam
Noctamid
12
-
-
1
Diazepam
Valium
20-40
Desmetil diazepam
42-96
5-10
Nitrazepam
Mogadon
 25

-
5-10
F. Ketergantungan Benzodiazepin.
Pada dasarnya, benzodiazepin dapat menekan produksi endogen zat yang mirip dengan benzodiazepin. Produksi endogen ini diperlukan guna menekan efek eksitasi dari zat-zat eksitator dalam otak. Jika zat ini tidak ada, maka eksitasi fisiologis tidak dapat dihambat oleh inhibisi fisiologis.
Pada penggunaan benzodiazepin dalam dosis tinggi (yang terutama digunakan untuk mendapatkan daya sedasi), benzodiazepin akan sangat menekan produksi inhibitor endogen yang ada dalam tubuh. Jika penggunaannya dihentikan secara mendadak, zat endogen tersebut tidak dapat kembali ke tingkat semula sebelum ditekan oleh konsumsi benzodiazepin. Akibatnya akan terjadi efek penarikan atau yang biasa dikenal dengan withdrawal effects.
Kadar endogen yang tidak dapat kembali ke tingkat semula ini akan memperparah keadaan. Hal ini dikarenakan tertekannya efek inhibisi sistem saraf pusat, sedangkan efek zat eksogen (benzodiazepin sudah tidak ada). Akibatnya terjadi eksitasi tanpa terhambat pada sistem saraf pusat. Keadaan ini menyebabkan efek abstinens yaitu efek yang mirip sebelum obat diberikan.
Pada penggunaan yang salah efek tersebut akan terjadi. Akan tetapi penderita akan kembali merasa nyaman saat kembali menggunakan obat tersebut. Karena merasa nyaman setelah penggunaan kembali obat inilah yang menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisik terhadap benzodiazepin. Hal inilah yang menjadi awal ketergantungan. Semakin lama dipakai, maka akan terjadi efek kompulsif pada pengguna. Yang lama kelamaan akan menjadi ketergantungan fisik akibat produksi endogen tubuh yang sangat berkurang karena tertekan oleh penggunaan benzodiazepin.
Hal lain yang harus diperhatikan saat pemberian benzodiazepin adalah bahwa obat ini mempunyai dosis letal yang sangat tinggi dan dapat menyebabkan toleransi pada penggunaan lebih dari 1-2 minggu. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, bahwa obat ini akan menekan produksi endogen zat inhibitor mirip benzodiazepin. Semakin tinggi dosis yang dipakai karena adanya toleransi, semakin tertekan pula produksi endogen zat inhibitor mirip benzodiazepin dalam sistem saraf pusat. Sehingga efekpun akan berlanjut seperti yang telah dijelasskan di atas.
Golongan yang biasanya menyebabkan gejala abstinens adalah golongan short acting. Efek ini timbul dikarenakan tidak adanya perpanjangan waktu kerja akibat tidak terbentuknya metabolit aktif dari hasil metabolisme zat benzodiazepin tersebut. Akibatnya ketika penghentian mendadak, tertekannya zat endogen mirip benzodiazepin tidak dapat diimbangi oleh perpanjangan waktu kerja hasil metabolitnya.


Penutup

Beberapa turunan benzodiazepin digolongkan ke dalam zat psikotropika. Masuknya zat golongan benzodiazepin ke dalam golongan psikotropika ini dikarenakan oleh adanya efek ketergantungan fisik pada penggunaan yang salah. Seperti yang telah dijelaskan bahwa penggunaan yang salah seperti tidak diperhatikannya dosis dan lamanya pemakaian dapat menyebabkan ketergantungan fisik yang bersifat kompulsif. Akibatnya, jika penderita tidak menggunakan zat tersebut, penderita tidak akan merasakan rasa nyaman.
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan benzodiazepin adalah dosis, golongan obat dan lamanya pemakaian. Cara pemakaian juga mempunyai peranan penting disini. Selain karena dosisnya salah. Efek putus obat akibat penghentian mendadak golongan short acting juga dapat menyebabkan gejala abstinens yang merupakan awal dari kompulsif yang berujung pada ketergantungan fisik.


Daftar Pustaka

Gery Schmitz, dkk. (2009). Farmakologi dan Toksikologi. EGC. Jakarta
Guyton and Hall. (1998). Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta
Kaplan and Saddock. (2010). Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara. Tangerang
Katzung, Bertram G. (1994). Farmakologi Dasar dan Klinik (Alih Bahasa oleh Staf Farmakologi FK UNSRI). EGC. Jakarta
Maslim, Rusdi. (1997). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta
Staf Dosen UNILA. (2006). Format Penulisan Karya Ilmiah. UNILA. Bandar Lampung
Tjay, Tanhoan & Kirana Rahardja. (2008). Obat-Obat Penting, cetakan 2. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997, tanggal 11 maret 1997, tentang Psikotropika
http:www.benzo.org.uk
http:www.wikipedia.com


0 comments:

Posting Komentar