Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Jumat, Agustus 20, 2010

Institusi Mencari “Bakat”?


      Tanpa terasa, kita sudah memasuki tahun akademik baru. Berarti bagi yang kemarin duduk di tahun pertama akan mempunyai adik tingkat. Ya, adik tingkat. Yang notabene adalah mahasiswa baru. Mendengar kata-kata Mahasiswa Baru, mungkin kita juga akan berbicara masalah jalur masuk. Jalur bagaimana mereka bisa diterima sebagai mahasiswa baru.
      Di kampus kita tercinta, ada beberapa jalur masuk untuk bisa menjadi mahasiswa Universitas Sriwijaya. Ada yang melalui SNMPTN, PMP, dan USM. Bagi mereka yang melewati jalur SNMPTN (sempat beberapa kali berganti nama. SKALU, PPI, Sipenmaru, UMPTN, SPMB), maka perjuangan untuk mendapatkan satu kursi di PTN favoritnya akan sangat terasa heroiknya. Mulai dari persiapan, saat mengikuti test, sampai deg-degan menunggu pengumuman hasil perjuangan. Yap, saat tiba pengumuman hasil seleksi, semua haru biru tertumpah. Senang rasanya bisa mendapatkan satu kursi di sebuah perguruan tinggi negeri. Semua jerih payah perjuangan selama ini tidak sia-sia. Namun, itu belum cukup. Bagi yang diterima pun masih ada suatu kekecewaan saat harapan tak sesuai dengan kenyataan. Ada yang rela mengulang lagi di tahun berikutnya, melalui jalur yang sama, demi cita-cita. Ah, sungguh heroic perjuangan mendapatkan apa yang kita impikan. Berjuang dengan keringat sendiri. Pokoknya gak ada yang bisa ngalahin nikmatnya berjuang mendapatkan sesuatu. Karena sesuatu itu akan nikmat terasa jika mendapatkannya dengan penuh perjuangan. Memang benar, berbagai factor juga mempengaruhi kelulusan di SNMPTN. Tetapi, setidaknya secara akademik, dapat dipertanggungjawabkan.
      Jalur lainnya yang bisa diikuti adalah USM. Ya, tentu saja yang satu ini untuk bisa dapat satu kursi di kelas Extention. Kelas yang, maaf, merupakan kelas “swasta” berijazah negeri.(hehehe beribet bahasanya) Kelas yang dulu (bahkan
sekarang di beberapa PTN masih seperti itu) merupakan kelas sore. Kelas yang ditujukan bagi mereka yang sudah bekerja (bukan mahasiswa murni) yang ingin kuliah di PTN.  Yang jelas, ini juga merupakan jalur yang melelahkan. Walau tak sebanding dengan kelelahan yang dirasakan oleh mereka yang masuk melalui jalur SNMPTN. Dan wajar saja jika, yang masuk melalui jalur ini, biaya pendidikannya lebih tinggi. Banyak diantara mereka yang masuk melalui jalur ini adalah mereka yang gagal masuk melalui jalur SNMPTN. Banyak juga diantara mereka yang merupakan titipan. Namun, kita tak bisa menjudge bahwa semuanya merupakan mahasiswa “kelas dua”. Ada sebagian, meski tak banyak, yang tak kalah bersaing dengan mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN.
      Ada lagi ni, jalur tanpa test. Melalui Penelusuran Minat dan Prestasi. Ni jalur bagi penemuan “bakat” siswa-siswa SMA. Melalui jalur ini “katanya” mereka yang “berbakat” dan “berprestasi” di bidangnya masing-masing akan disalurkan ke minatnya masing-masing. Syaratnya cukup “nilai bagus”plus beberapa sertifikat sebagai bukti prestasi mereka. Seperti USM dan SNMPTN, mereka juga lelah berjuang tiga tahun di SMA untuk mendapatkan nilai bagus guna memuluskan cita-cita masuk perguruan tinggi negeri tanpa test.
Tetapi,  seperti kata dosen saya, mereka belum teruji. Tak sedikit dari mereka yang dengan bantuan guru bisa mendapat nilai bagus (memang tanpa duit). Jujur saja, saya juga merasakan hal seperti itu. Di bangku SMA, saya masuk dalam kelas yang katanya “unggulan”(walau saya tak mau merasa se-eksklusif itu dan kami satu kelas sepakat bahwa kami hanya sekumpulan siswa biasa yang secara tak sengaja disatukan selama tiga tahun hanya karena nilai ijazah SMP kami “dinilai” tinggi). Di bangku SMA, nilai kami tinggi-tinggi dan ,di kelas, kami hanya punya peringkat 1-3. Ya, dengan cara itu kami “kelihatan hebat”. Tentu saja, hal itu karena kami sengaja disiapkan untuk bisa masuk perguruan tinggi tanpa test.
Dan dengar-denngar juga ni. Gak tahu ya benar atau salahnya. Katanya test wawancara hanya dititik beratkan pada kesanggupan orang tua membayar uang yang harus dibayar sekaligus dan lebih mahal dari bayaran mereka yang masuk melalui jalur SNMPTN.
 Mungkin untuk adilnya, semua yang masuk PTN harus melalui test seleksi akademik kale ya. Dengan begitu, yang katanya akan menyaring mereka yang benar-benar berbakat bisa terlaksana. Semua mahasiswa PTN dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Tentu saja dengan berbagai pertimbangan, yang mempunyai prestasi lebih tinggi memiliki previllage. Semisal begini, ada 2 mahasiswa yang nilai testnya sama. Secara kebetulan, mereka berada di peringkat terbawah. Hingga hanya satu yang bisa lolos karena kuota hanya memungkinkan satu orang lagi yang tertampung. Maka, sebagai penghargaan terhadap prestasinya selama di bangku SMA, yang mempunyai prestasi paling tinggi di SMA lah yang diambil untuk bisa masuk.
Hah. Persoalan tidak sampai disitu. Baru-baru ini, juga terdengar kabar tentang PMP Kampus Palembang. Saya juga kurang mengerti maksudnya. Apakah yang dimaksud itu adalah PMP untuk kelas Extention? Kelas yang merupakan kelas sore, kelas yang dulu diperuntukkan bagi mereka yang bukan mahasiswa murni, sekarang ada PMP juga alias bisa tanpa test? Ah, ada-ada saja kerjaan birokrat. Cari bakat atau cari duit nih?
Mungkin ada yang akan menjawab seperti ini: “itu kan bukan kelas extention, itu kelas internasional. Jadi ya, wajar kalo ada PMPnya juga” Saya merasa geli jika mendengar jawaban seperti itu. Kalau emang benar kelas itu kelas internasional, kok ujian masuknya digabung dengan USM untuk jurusan lain yang extention. Seharusnya, jika itu benar merupakan kelas internasional, buatlah sebuah test terpisah untuk menyaring mereka yang benar-benar lebih berbakat dari kelas regular biasa. Yang mempunyai kemampuan lebih (eits, bukan kemampuan ekonominya yang dilihat). Sekarang saya tanya, mengapa mereka dibilang kelas internasional? Apa bedanya mereka dengan anak-anak regular dari segi proses pendidikannya (bukan uangnya)? Mereka berbahasa inggris? Cuma itu dan Benarkah? Terus kalo bukan juga, bedanya dimana??????
Waduh, ternyata masih banyak yang harus diselesaikan dalam institusi ini. Ya birokrasinya, ya system pendidikannya, ya segalanya lah. Jadi, kesimpulannya, institusi ini, dalam penerimaan mahasiswa baru, tujuannya apa? Cari bakat atau cari duit? Oh, mungkin cari dua-duanya kali ya, cari duit dan cari bakat? Eh salah, cari bakat dulu, baru cari duit ya?????

0 comments:

Posting Komentar