Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Minggu, Juli 18, 2010

Kampus Korupsi

Kampus merupakan tempat dialetika idealisme tak berhenti untuk berproses. Di tempat ini semua bentuk ideal coba diformulasi dan kemudian diejawantahkan dalam model-model. Melalui sebuah model, tempat para intelektual ini mencoba memberikan solusi pada realita kehidupan. Banyak hal yang telah dikontribusikan oleh kampus kepada masyarakat. Teknologi, paket solusi masalah dan karya ilmiah hanyalah segelintir kecil dari begitu besar manfaat dari kampus.
Tempat ini begitu agung, sampai siapa pun akan menghormatinya. Yang ada dan menjadi bagiannya mendapat posisi yang terhormat dalam masyarakat. Mulai dari rektor, dosen, mahasiswa hingga tukang sapunya sekalipun mendapat posisi yang lebih tinggi dalam masyarakat. Mahasiswa selalu diberikan tempat yang terhormat dalam dunia diskusi, politik, sosial dan budaya karena dianggap agen perubahan dan iron stock masyarakat. Para dosen merupakan tokoh sentral dalam pembentuk intelektual- intelektual baru, karya-karyanya merupakan solusi permasalahan dalam masyarakat dan pengabdiaan adalah perjuangannya menciptakaan tatanan masyarakat ideal. Begitu pula tukang sapu merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan, ia merupakan elemen pendukung dalam membentuk intelektual yang sehat dan bersih. Tanpa seorang tukang sapu tidak ada yang menjamin kader-kader muda bangsa mampu belajar dengan keadaan yang baik.
Dalam dunia yang serba ideal ini, elemennya yang ada di dalamnya dituntut menjadi sesuatu yang sempurna. Namun mimpi kesempurnaan itu sepertinya jauh dari harapan. Terkadang kesempurnaan yang ada merupakan kebobrokan yang dihias sedemiaan rupa menjadi indah.
Kampus selalu mendorong penegakan hukum, mencoba memberikan solusi atas korupsi yang tumbuh di masyarakat, sumber dari kritik kepada pemerintah dan menuntut transparasi dalam kehidupan berbangsa bernegara. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, kampus merupakan hulu dan muara tuntutan itu. Di tempat yang terhormat ini dibuat model untuk diberikan kepada masyarakat. Namun seandainya dapat jujur, model-model itu semestinya diterapkan lebih dulu di kampus.
Bicara saja soal korupsi, kampus merupakan tempat para koruptor itu belajar dan berbagi ilmu. Para dosen merupakan salah satunya. Mereka adalah koruptor waktu dan gaji. Para pendidik banyak mengorupsi kewajiban mengajar dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan penelitian, seminar, tugas belajar, keluar kota, perjalanan dinas, masalah anak sampai kepentingan keluarga menjadi alasan untuk mengorupsi kewajiban mengajar. Semua alasan begitu mudah dilontarkan untuk meninggalkan mahasiswa. Hal ini takkan terjadi seandainya kampus memberikan penghidupan dan fasilitas layak bagi mereka. Banyak mahasiswa yang dirugikan haknya karena ketidakhadiran mereka. Mahasiswa hanya bisa menerima tanpa bisa berkata tidak pada dosen. Lalu kepada siapa mereka harus menuntut keadilan?

Mahasiswa yang selalu digadang-gadang sebagai agen perubahan juga belajar menjadi koruptor di tempat ini. Proposal dan kegiatan adalah alatnya. Mahasiswa belajar mark up nilai proposal. Semua dilakukan karena himpitan dana kemahasiswaan yang kecil. Selain itu dana yang tak kunjung cair dan tidak transparan juga menjadi faktor. Berkilah ini strategi agar kegiatan tetap jalan, tetapi sistem pendidikan secara tidak langsung mengajarkan menjadi koruptor Para intelektual muda ini diperas otaknya untuk mendapatkan dana sebanyak-banyaknya. Lantas apa bedanya mahasiswa tukang mark up proposal dengan broker dan makelar proyek?
Birokrasi kampus juga semestinya menjadi tempat yang harus dibenahi sebelum sebuah model birokrasi yang baik ditawarkan ke publik. Pungutan legalisir, malasnya birokrasi, ketidakpatuhan pegawai merupakan sedikit dari berbagai hal yang harus dibenahi. Pungutan-pungutan liar yang ada dikampus mengajarkan mahasiswa bahwa pungutan liar yang ada di luar merupakan hal yang biasa. Birokrasi kampus saja mengajarkan sosok idealis menjadi seorang koruptor. Jika mahasiswa sering berteriak birokrasi pemerintah busuk, lalu bagaimana menyebut birokrasi kampus?
Kebobrokan tempat ini melebihi realitasnya karena dari sini semua model terbaik ditawarkan. Mungkin hancurnya bangsa ini karena korupsi disebabkan kampus menawarkan model korupsi juga.
Dosen, mahasiswa, birokrasi kampus tidak akan menjadi koruptor seandainya memiliki mananjemen dan kepemimpinan yang baik. Rendahnya akreditasi menjadi tolok ukur sederhana dari buruknya kepemimpinan. Jika universitas memberikan jaminan dan ruang yang lebih bagi dosen tentunya mereka memenuhi kewajibannya juga. . Mahasiswa pun tak akan menjadi broker proposal jika pengambil kebijakan memberikan posisi setara dan wadah ekspresi yang cukup. Indikator ini dapat dideskripsikan lewat banyak hal tetapi satu kata yang dapat mewakili semua, bahwa sang pemimpin telah gagal. Pemimpin membuat kebijakan yang salah sehingga melahirkan para koruptor-koruptor di lingkungannya.
Civitas akademika tidak melakukan korupsi uang, namun tindakan-tindakannya seperi merupakan esensi korupsi itu sendiri. Pendidikan menjadi media pembelajaran korupsi sistemik.

Ini merupakan hal yang menyakitkan yang perlu disadari oleh lingkungan ideal ini. Benahi dulu kampus sebelum memberikan tawaran ideal pada realitas. Ini semestinya membangun kesadaran untuk kita bukan malah dibalas dengan tindakan represif. Berani kritik pemerintah tetapi jangan takut untuk menerima otokritik.

diambil dari site FL2MI

0 comments:

Posting Komentar