Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Minggu, November 29, 2009

Tata Kelola SDM Kader Dakwah

Tak bisa dipungkiri, bahwa kebutuhan akan kader dakwah kampus yang berkualitas sangat dibutuhkan. Mereka sangat dibutuhkan dalam kehausan yang sekarang mendera. Kehausan akan sebuah sosok yang mampu mengubah nasib bangsa ini. Yang dimulai dari lingkungan terkecil berupa keluarga, yang diteruskan hingga ke kampus. Dan akhirnya diharapkan mampu membangun Negara ini untuk menjadi lebih baik.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa al-Fath akan direngkuh dengan persiapan baik, berupa ruhiyah, fisik, keahlian dan kompetensi, fikrah, dan sebagainya. Untuk itu tata kelola SDM yang akan menjadi kader dakwah sangat dibutuhkan.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”(QS. Al-Anfal : 60)
Ada beberapa komponen yang menyusun sebuah umat yaitu:
1. Manhaj. Manhaj berarti konsep. Sebuah konsep yang menjadi landasan dalam kehidupan umat. Yaitu sebuah konsep dimana islam tegak di dalamnya dan Al-Qur’an hidup di dalamnya.
2. Para kader dan pemimpinnya. Dalam system ke-umatan yang akan dibangun dalam masyarakat kampus sangat diharapkan adanya kader-kader dan pemimpin. Dimana kebaikan-kebaikan yang terserak di dalam suatu system ke-umatan yang akan dibentuk di kampus terkumpul dalam diri mereka.
3. Bassis massa dimana yang terdapat di dalamnya adalah orang-orang amah yang mendukung pergerakan. Sebuah bassis yang dimulai dari sebuah lingkup kecil yang akan melahirkan kekuatan besar.
4. Eksistensi Waktu.
Dalam membentuk sebuah kader dakwah diperlukan adanya tahapan-tahapan yang menjadi sunnatullah. Tahapan tahapan tersebut meliputi:
1. Membangun bassis kader. Sangat dimaklumi bahwa menyiapkan kader dakwah sangat berbeda dengan membina masyarakat secara umum. Dalam hal ini, tidak cukup hanya ta’lim, tabligh, dan segala kegiatan islam yang harus dilaksanakan dalam membina kader dakwah. Mereka yang disiapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin dalam dakwah perlu dibekali dengan keadaan nyata. Sebuah realita yang harus mereka hadapi saat mereka menjadi kader dan pemimpin dalam sebuah dakwah. Yang kemudian akan mengajarkan kepada mereka bagaimana standar hidup seorang pemimpin dan kader dakwah.
2. Membangun bassis massa. Ketika mereka telah siap diterjunkan ke relaita sebenarnyaa. Maka hal yang selanjutnya yang harus dilakukan adalah membangun bassis massa. Konsepnya adalah member manfaat dan kemanfaatan bagi massa kampus. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama semua kader dakwah, terkhusus bagi Syi’ar yang harus mempberikan pelayanan kepada massa kampus.
3. Membangun bassis institusi. Hal ini ditujukan agar dakwah yang dilakukan mempunyai legalitas dan formalitas yang kuat. Sebuah kepastian yang akan mendukung agar sebuah dakwah kampus diakui eksistensinya di kalangan petinggi kampus. Juga untuk mempermudah penyampaian syi’ar-syi’ar islam.
4. Membangun kampus secara menyeluruh. Hal ini adalah sebuah keadaan dimana seluruh civitas akademika sebuah kampus ikut serta di dalamnya.
Tahapan di atas tidaklah mutlak. semua tergantung dari keadaan kampus masing-massing. Semuanya dijalankan secara berkesinambungan. Bukan berarti setelah terbentuknya sebuah kelembagaan, maka tugas-tugas pengkaderan terhenti. Karena tiap tahunnya pasti ada yang masuk dan ada yang keluar.
Dalam sebuah kaderisasi sangat dibutuhkan adalnya muwashafat yang ingin dikehendaki dari sebuah Lembaga Dakwah Kampus. Muwashafat ini pun terbagi menjadi dua yaitu general dan spesifik. Karena sebuah
kaderisasi sangat ditujukan untuk membentuk seorang kader dakwah yang unggul dalam hal kepahaman, ibadah, akhlak, muamalah, wawasan, dan sebagainya secara integral.
Dapat diambil sebuah contoh muwashafat general yang dimiliki oleh kader dakwah GAMAIS ITB. Dimana muwashafat yang menjadi titik pencapaiannya adalah:
1. Salimul ‘aqidah (aqidah yang selamat)
2. Shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar)
3. Matinul khuluq (akhlaq yang tegar)
4. Qadirun ‘alal kasbi (mampu bekerja)
5. Mutsaqaful fikr (berwawasan luas)
6. Qawwiyul jism (fisik yang kuat)
7. Mujahidun li nafsi (etos kerja yang tinggi)
8. Munazhzham fi syu’unihi (tertata urusannya)
9. Haritsun ‘ala waqtihi (menjaga waktunya).
10. Nafi’ul li ghairihi (bermanfaat bagi yang lainnya).
Muwashafat spesifik yang mengacu pada kebutuhan spesifik sebuah LDK. Dimana muwashafat ini terbentuk setelah penentuan target, sasaran, struktur dan visi-misi. Setelah itu maka tentukanlah:
1. Deskripsi tugas dari setiap lini dalam struktur.
2. Standar kompetensi (parameter karakteristik individu) yang harus dimiliki oleh setiap SDM yang akan mengisi posisi di dalam struktur baik sebagai koordinator/ketua maupun sebagai staf baik yang bersifat umum (harus dimiliki oleh setiap orang yang bekerja di struktur LDK) maupun khusus (spesifik untuk posisi tertentu).
Tidak semua standar kompetensi harus dimiliki oleh seorang kader. Tetapi yang perlua adalah yang mendekati. Bukankah sebuah LDK merupakan sebuah madrasah dimana di dalamnya kita bisa belajar menjadi lebih baik. LDK bukan sebuah perusahaan yang menuntut semua karyawannya mempunyai standar kompetensi tertentu.
Dalam membuat sebuah konsepan pengkaderan, perlu dibuat sebuah alur yang menjadi titik tolak kerja yang dilakukan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alur konsep pengkaderan meliputi beberapa hal:
1. Menentukan muwashafat yang harus dimiliki oleh seorang kader. Setiap LDK dapat menetukan muwashafat masing-masing. Sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi oleh LDK.
2. Bertahap. Semua tahapan harus dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan LDK. Pada setiap tahapan harus dibentuk muwashafat masing-masing. Dalam hal ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Dalam setiap tahapan perlu disusun gambaran umum serta perangkat dan materi yang perlu diberikan.
3. Saling terkait antar tahapan. Setiap tahapan harus dilaksanakan secara berkaitan. Diharapkan setiap kader mengikuti alur yang ditetapkan secara kontinyu.
4. Implementasi dan penyelarasan. Sebuah konsepan tidak akan bermanfaat tanpa realisasi.
Secara garis besar kaderisasi meliputi dua tahapan yaitu rekrutmen dan pembinaan. Proses pertama berupa perekrutan dapat diartikan sebagai talent scoting atau pencarian orang-orang berbakat untuk menjadi kader. Orang-orang yang dapat dijadikan barisan inti dalam perjuangan dakwah di kampus. Sedangkan yang kedua berupa pembinaan adalah saat dimana kita membina kader-kader yang telah didapat. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya bahwa tidak cukup dengan pengisian ruhani dan fikriah. Tapi mereka juga harus dihadapkan dalam realita sesungguhnya. Karena yang dibina adalah jiwa dimana tekanan-tekanan dalam realita hiduplah yang dapat menempa jiwa-jiwa dan pribadi mereka menjadi pribadi yang tangguh.
Ada beberapa fase dakwah yang harus dilalui yaitu:
1. Fase Tabligh dan Ta’lim. Fase ini adalah fase pengenalan, penyebaran fikrah. Yang menjadi fokus amal adalah mengubah yang tadinya bodoh menjadi tahu (dari jahiliyah kepada ma’rifah).
2. Fase Takwin. Fase ini adalah fase pembentukan, penyeleksian, dan latihan beramal. Yang menjadi fokus adalah mengubah yang tadinya tahu menjadi terstruktur pengetahuannya dan mulai berlatih melakukan amal-amal Islam yang nyata.
3. Fase Tandzhim. Fase ini adalah fase pengorganisasian, penyusunan pasukan, dan pe-mobilisasi-an potensi untuk tujuan dakwah.
4. Fase Tanfidz. Fase ini adalah fase pelaksanaan kerja dawah yang khusus.
Dengan fase dakwah tersebut dapatlah kita bentuk fase-fase kaderisasi itu menjadi beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:
1. Rekrutmen. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidaklah mudah untuk merekrut seseorang untuk menjadi kader kita. Merekrut berarti menarik seseorang dari luar untuk dijadikan kader yang kemudian untuk bersama-sama menjalankan kerja dakwah. Dalam tahapan ini harus dimulai dari penyaringan yang berarti tidak semua orang berhak ikut dalam proses ini. Bergantung pada keinginan dan persiapan mereka. Seseorang tersebut harus memiliki dua unsure yaitu mau merubah diri menjadi lebih baik dan mampu merubah orang lain menuju yang lebih baik. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa orang-orang yang cemerlang pada jahiliahnya, maka ialah yang akan cemerlang saat ia beriman.
Yang umum dilakukan adalah OR. Dalam OR ini dapat dilihat orang-orang yang mula-mula tertarik untuk mengikuti syiar islam dan kemudian mau menyiarkan islam itu sendiri. Itulah kunci yang harus dimiliki dalam setiap rekrutmen. Orang-orang itulah yang kita kembangkan pengetahuannya sehingga terbentuk sebuah pola pikir dan amaliah produktif dalam dakwah. Tapi semua ini tidak cukup. Perlu dipikirkan juga adanya potensi-potensi lain seperti akademik, olahraga, seni, atau yang lainnya sehingga mereka dapat menjadi anutan yang dapat kita kembangkan menjadi inti dakwah di tengah masyarakat kampus.
Yang selama ini menjadi permasalahan adalah masalah kualitas yang tidak dibarengi dengan kuantitas bassis pendukung.
Sangat diharapkan adanya kader yang memiliki pemahaman baik mengenai islam, mengenali medan, dan teruji komitmennya sehingga dapat disiapkan sebagai inti pengurus. Biasanya mereka telah mengikuti alur kaderisasi yang lebih tinggi.
Sebagai solusinya adalah standar kompetensi tidak didahulukan dimasukkan dalam standar seseorang untuk menjadi target rekrutmen. Justru mereka yang mau berusaha memperbaiki diri, terus belajar tentang agamanya, mau beraktualisai diri di kampus, dan yang memiliki motivasi yang baik yang harus menjadi calon-calon SDM yang harus kita bina untuk menjadi kader-kader dakwah kampus. Dengan begitu sangat diharapkan keikutsertaan mereka dalam setiap aktivitas dakwah kampus agar mereka dapat mentransformasi diri ke dalam lingkungan LDK.
Tidak semua kader menjalankan fungsi utuh sebagai kader. Nah, inilah yang dinamakan simpatisan. Termasuk kedlamnya adalah orang-orang yang ikut dalam aktivitas dakwah kampus, orang-orang yang mendukung dakwah, dan orang-orang hanif yang tidak ikut dalam pergerakan.
Untuk membentuk suatu system kaderisasi yang baik adalah dengan melakukan pendekatan atau rekrutmen massif dan personal. Rekrutmen massif dilakukan pada semua orang yang mau mendukung pergerakan. Sedangkan rekrutmen personal adalah rekrutmen yang dilakukan kepada orang-orang yang berpotensi untuk diajak dalam pergerakan dakwah. Perekrutan secara personal ini dapat dalam bentuk pembinaan atau dalam bentuk pengikutsertaan mereka dalam kepengurusan inti LDK jika dirasa mereka telah cukup mumpuni.
Untuk itu, setiap LDK perlu mempunyai tahapan rekrutmen sendiri yang mandiri. Agar tercipta kader-kader yang professional, intelek, dan mampu mengatasi tantangan dakwah yang ada di sekitar. Jadi tahap awal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas pendukung dakwah. Lalu setelahnya adalah kualitas kader-kader yang memainkan peran dalam inti kegiatan dakwah kampus.
Langkah atau teknis yang dapat dilakukan dalam rekrutmen massif diantaranya adalah:
1. Sosialisasi LDK
2. Publikasi rekrutmen
3. Penyebaran dan pengembalian formulir rekrutmen dan isian biodata calon kader.
4. Pengolahan data calon kader.
5. Wawancara calon kader (opsional)
6. Publikasi pengurus.
Hal-hal penting yang harus didapat antara lain adalah:
1. Data diri calon kader (nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat tempat tinggal, nomor kontak, fakultas/jurusan, angkatan, motto hidup dll.).
2. Riwayat pendidikan.
3. Pengalaman organisasi.
4. Keterampilan khusus yang dimiliki.
5. Pilihan aktivitas yang diminati.
6. Motivasi bergabung dengan LDK.
7. Tujuannya bergabung dengan LDK.
8. Tingkat pemahaman keislamannya secara umum.
Inti dari pengenalan mendalam ini adalah untuk pengelompokan. Dimana dari sini akan diketahui kelompok mana yang cocok dengannya atau dengan teman mana ia cocok dikelompokkan karena didasarkan pada pemahaman agamanya. Hal-hal yang penting lagi untuk perekrutan meliputi waktu pelaksanaan, metode, sasaran, dan pelaksanaannya.
Ada beberapa tantangan dan solusi yang bisa diambil dalam permasalahan rekrutmen antara lain (dari risalah manajemen dakwah kampus, FSLDK):
1. Kesulitan merekrut karena berbagai kendala eksternal, seperti lemahnya minat para mahasiswa kepada hal-hal yang berbau keislaman, atau tekanan akademik yang tinggi sehingga mahasiswa cenderung menjadi study-oriented only, dan kendala-kendala lain. Solusinya adalah:
- Mengembangkan metode dan sarana dakwah sehingga lebih menarik dan komunikatif.
- Meningkatkan dakwah fardiyah.
- Membangun fungsi ketokohan para kader dalam masyarakat kampus sehingga dapat menjadi magnet dan teladan bagi orang-orang di sekitarnya.
- Mengembangkan amal-amal pelayanan yang bisa menggiring dan memikat objek dakwah.
2. Adanya tarik-menarik SDM dengan ranah dakwah yang lain (misal : ranah siyasi), terutama untuk SDM yang telah terbina sejak awal. Solusinya adalah:
- Membangun kembali pemahaman akan syumuliyatud-da’wah.
- Menyusun perencanaan startegis dakwah secara integral dan menyeimbangkan langkah-langkah operasionalnya.
- Menetapkan target-target kerja dakwah secara tepat dan terukur sesuai daya dukung yang dimiliki.
- Harus ada yang mengomunikasikan, mengoordinasikan, dan mengevaluasi secara keseluruhan proses pelaksanaan amal dakwah dari setiap lini/ranah.

2. Pembinaan. Tujuannya adalah pencapaian muwashafat yang telah ditetapkan dengan pembinaan ini diharapkan kader-kader yang telah terrekrut mempunyai standar kompetensi tertentu. Ada beberapa cara yang biasa dipakai dalam pembinaan, yang meliputi:
1. Mentoring
2. Seminar, dialog, dan pelatihan.
3. Rihlah
4. MABIT
5. Daurah
6. Ta’lim
7. Mukhayyam atau camping
Sedangkan pendukung lainnya adalah:
1. Ma’had
2. Lembaga tahsin dan tahfidz Qur’an
3. Masjid atau mushalla kampus
4. Majalah, radio dan internet
5. Training center atau pelatiahn lainnya
6. Pusat kajian
7. Perpustakaan
8. Pusat olahraga.


3. Evaluasi dan seleksi
Mekanisme ini dilakukan dengan metode syura’. Dimana nanti akan dihasilkan tingkat akurasi yang tinggi dan objektivitas serta kejujuran.
4. Penyediaan ladang beramal
Dalam penyediaan ladang beramal ini setiap kader perlu di tempatkan di pos-pos yang sesuai dengan kompetensi yang telah dicapainya masing-masing. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen yang baik untuk mengelola SDM yang ada. Untuk pengelolaan ini perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Penempatan. Diharapkan dalam penempatan ini tidak terlalu banyak orang yang ditempatkan. Tetapi yang perlu diingat adalah keadaan serta tugas-tugas yang ada dalam suatu posisi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penempatan seorang pada posisinya yang benar.
Ada beberapa level kepengurusan. Mulai dari top, middle dan low. Pada tingkatan top, penempatan dapat didasarkan pada jenjang kaderisasi dan kompetensi yang dimiliki. Dapat merupakan rekomendasi pengurus sebelumnya, penelusuran track record dan penelusuran potensi. ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat penempatan pada level top yaitu:
1. Kondisi akademik (apakah sudah lulus tingkat pertama, sedang menjalani sanksi, atau sedang memiliki kasus akademik, dll.).
2. Track record dalam kepengurusan sebelumnya.
3. Tingkatan kaderisasinya di LDK.
4. Tingkat kesehatan program pembinaan keislamannya.
5. Standar ma’nawiyahnya, akhlaknya, ibadahnya, fisiknya yang tercermin dalam muwashofat kaderisasi.
Pada level middle mekanisme yang bisa dipakai meliputi (disadur dari risalah manajemen dakwah kampus, GAMAIS ITB):
1. Menghitung kapasitas/kuota setiap departemen/divisi. Pertama-tama haruslah dihitung berapa jumlah SDM optimal yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sebuah departemen/divisi. Hal ini memerlukan pemahaman yang cukup dalam tentang fungsi dan job description dari suatu divisi/departemen. Karena itu sebaiknya pengelola SDM banyak melibatkan tataran middle-manager yang nantinya akan menjadi mas’ul/koordinator departemen/divisi.
2. Menentukan requirement calon pengurus. Untuk level ini, penentuan requirement biasanya tidak ketat. Pada umumnya, yang menjadi syarat untuk level ini hanyalah tingkatan/jenjang kaderisasi.
3. Penggalian motivasi, minat, kemampuan, dan potensi pengurus. Sebelum melakukan penempatan pengurus, biro PSDM harus terlebih dahulu mengenali motivasi, minat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki oleh pengurus. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Minat adalah perasaan yang menyatakan bahwa sebuah aktivitas berharga atau berarti bagi seorang individu. Kemampuan adalah daya yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Potensi adalah nilai dan karakter positif yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan tertentu.
4. Pengolahan dan penyimpanan data. Seluruh data hasil wawancara, biodata, maupun kuesioner-kuesioner dikumpulkan, diklasifikasi, dan disimpan dengan baik sebagai arsip baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy.
5. Melakukan penempatan pengurus. Dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan organisasi (kriteria standar calon pengurus untuk biro/departemen tertentu) dan kebutuhan individu (motivasi, minat, kemampuan, dan potensi).
Untuk level low, tidak butuh hal yang terlalu rumit. Namun yang perlu diperhatikan adalah kuota, besar pekerjaan dan banyaknya anggota pada level middle.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penempatan kader adalah kedekatan subjektif antara mas’ul dengan yang dipimpinnya. Hal ini penting agar terjalin sebuah komunikasi yang lancar dalam sebuah organisasi dakwah kampus. Adalah fitrah manusia jika hal itu terjadi.
2. Orientasi. Orientasi dapat dimaknai sebagai pengenalan atau pembekalan bagi pengurus baru. Dapat dibagi menjadi dua yaitu umum dan khusus. Orientasi umum dilakukan dan ditujukan untuk semua pengurus dalam suatu waktu. Sedangkan orientasi khusus dilakukan per biro/departemen dalam jangka waktu yang lebih fleksibel dari orientasi umum. Hal yang perlu disampaikan dalam orientasi dapat berupa motivasi maknawi, sejarah LDK, visi-misi, target umum LDK, nilai-nilai, norma dan budaya keja, struktur organisasi, realita kampus, serta fasilitas yang dimiliki oleh LDK. Untuk orientasi khusus, materi yang disampaikan hamper sama dengan materi yang disampaikan pada orientasi umum.
3. Pemberdayaan. Mengerahkan semua SDM yang ada untuk kepentingan dakwah. Kemampuan LDK untuk memberdayakan semua SDM yang ada merupakan syarat keberhassilan sebuah pemberdayaan.
4. Pengembangan. Tujuannya adalah jelas sebagai wadah untuk meningkatkan peran serta kader dalam aktivitas dakwah. Seperti yang dilakukan di LDF BPPM Ibnu Sina FK UNSRI berupa MMLT. Ataupun untuk tingkat nasional pada ISMKI adanya LKMM. Teknis-teknis yang dapat dilakukan dalam melakukan sebuah pelatihan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan
2. Menentukan Tujuan
3. Menentukan isi materi.
4. Menetukan metode pelatihan
5. Menentukan Waktu pelatihan
6. Menetukan fasilitas
7. Menetukan instruktur
8. Memilih dan mempersiapkan alat bantu
9. Melaksanakan dan mengevaluasi.

5. Monitoring. Ada tiga hal yang perlu menjadi titik ukur yaitu distribusi amanah, kinerja pengurus, dan maknawiyah pengurus. Monitoring ini dapat dilakukan oleh superordinat, subordinat, atau diri sendiri dan rekan kerja.
Metodenya dapat bermacam-macam meliputi:
1. Esai tertulis.
2. Graphic rating scale.
3. Kuantitatif.

6. Menyiapkan kader berikutnya. Yang dimaksud disini adalah penyiapan kader yang dapat membentuk kader-kader berikutnya.

Semua yang tersampaikan disini hanya sebagai referensi bagi kita dalam mengkader calon-calon penerus pergerakan dakwah. Mungkin pada sebagian LDK mempunyai system atau manhaj tersendiri untuk mengkader penerus mereka. Insya Allah. Jika semua yang kita lakukan sesuai dengan syariat yang telah dituntunkan, sebuah keniscayaan bahwa pertolongan Allah akan datang. Amiiin ya Rabbal ‘alamin.

Notes:
Diambil dari RISALAH MANAJEMEN DAKWAH KAMPUS Edisi Revisi, FSLDK dan GAMAIS ITB.
Dilaunching pada saat FSLDKN XIV Juli 2007.
di UKM BIROHMAH (Bimbingan Rohani Mahasiswa), Universitas Lampung, Bandar Lampung.