Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Kamis, Mei 03, 2012

Klasifikasi dan Tatalaksana Tuberkulosis (TBC)


Gejala TB dapat dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala respiratorik. Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami Demam tidak tinggi selama > 1 bulan, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
           Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk bisa berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent.
             Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk darah inilah yang sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila kerusakan sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.            
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
  1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
  2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
  3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
  4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
 
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
  1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
  2. Registrasi kasus secara benar
  3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
  4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
  1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.
  2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:
  1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,
  2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
  3. Mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
  1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
  2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
 
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
  • Tuberkulosis paru BTA positif.
a.       Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b.      1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c.       1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d.      1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
  • Tuberkulosis paru BTA negatif
a.       Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
b.      Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
·         Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
·         Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
·         Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
·         Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
  • TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
  • TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a.       TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b.      TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
  • Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
  • Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
  Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
  • Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah  pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
  • Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
  • Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
  • Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
  • Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
  • Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
Tatalaksana 
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Semua obat Tb bersifat Bakterisida kecuali Ethambutol yang bersifat Bakteriostatik.
Prinsip pengobatan 
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
  1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
  2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
  3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
  1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
  2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
  3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
  1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
  2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
  • Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: 
    a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.     b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
  • Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) dan Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
  1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
  2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
  3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT dan peruntukannya.
  • Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a.    Pasien baru TB paru BTA positif.
b.    Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif      
c.  Pasien TB ekstra paru 
Tabel 1. Dosis untuk paduan KDT Kategori 1
Berat Badan
Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 Kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30-37 kg
2 tablet 4 KDT
2 tablet 2 KDT
38-54 kg
3 tablet 4 KDT
3 tablet 2 KDT
55-70 kg
4 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT
> 71 kg
5 tablet 4 KDT
5 tablet 2 KDT
Tabel 2. Dosis Paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1
Tahap Pengobatan
Lama Pengobatan
Dosis per hari/kali
Jumlah hari/kali menelan obat
Isoniazid 300 mgr
Rifampisin 450 mgr
Pirazinamid 500 mgr
Etambutol 250 mgr
Intensif
2 Bulan
1
1
3
3
56
Lanjutan
4 Bulan
2
1
-
-
48
  • Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a.    Pasien kambuh
b.    Pasien gagal
c.    Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 3. Dosis untuk paduan KDT Kategori 2
Berat Badan
Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap lanjutan 3 kali seminggu (RH (150/150) + E (400)
56 Hari
28 hari
20 Minggu
30-37 kg
2 tab 4 KDT + 500 mg S inj
2 tab 4 KDT
2 tablet 2 KDT + 2 tablet E
38-54 kg
3 tablet 4 KDT + 750mg S inj
3 tablet 4 KDT
3 tablet 2 KDT + 3 tablet E
55-70 kg
4 tablet 4 KDT + 1000 mg S inj
4 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT + 4 tablet
> 71 kg
5 Tablet 4 KDT + 1000 mg S Inj
5 tablet 4 KDT
5 tablet 2 KDT + 5 tablet E
Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT-Kombipak untuk kategori 2
Tahap
Lama
Isoniazid 300 mgr
Rifampisin 450 mgr
Pirazinamid 500 mgr
Etambutol
Streptomisin
Jumlah hari/kali menelan obat
Tablet 250 mgr
Tablet 400 mgr
Intensif (harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 gr
-
56
28
Lanjutan 3x/minggu
4 bulan
2
1
-
1
2
-
Catatan:
  1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
  2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
  3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
  • OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 5. Dosis paduan KDT untuk sisipan
Berat Badan
Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg
2 tablet 4 KDT
38-54 kg
3 tablet 4 KDT
55-70 kg
4 tablet 4 KDT
> 71 kg
5 tablet 4 KDT
Tabel 6. Dosis paduan OAT-kombipak untuk sisipan
Tahap Pengobatan
Lama Pengobatan
Isoniazid 300 mgr
Rifampisin 450 mgr
Pirazinamid 500 mgr
Etambutol 250 mgr
Jumlah hari/kali menelan obat
Intensif
1 Bulan
1
1
3
3
28
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis
 

0 comments:

Posting Komentar