“dok, kok bayi saya yang baru
lahir kuning ya?” tanya seorang pasien. Fenomena ini sering dihadapi oleh orang
tua yang baru saja melahirkan seorang anak. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui
terlebih dahulu apa yang dapat menjadi penyebab kuning pada bayi dan apakah kejadian ini patologis atau fisiologis. Kuning pada
bayi dalam hal ini disebut dengan ikterus neonatorum.
Ikterus adalah
gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya
deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Jaringan permukaan yang
kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya adalah bagian
yang pertama kali mengalami kuning. Pada neonatus atau bayi baru lahir, baru tampak apabila serum bilirubin sudah >
5 mg/dL (> 86 μmol/L).
Pada
keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan
naik dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis
dapat terlihat pada hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan
kadar berkisar 5-6 mg/dL (86-103 μmol/L), dan menurun sampai di
bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7.
Ikterus pada neonatus tidaklah selamanya
patologis (red: penanda adanya sebuah penyakit). Pada neonatus dapat pula
terjadi ikterus fisiologis yang dapat merupakan fenomena dari keadaan berikut,
yaitu:
1.
Peningkatan penghancuran eritrosit janin karena
pendeknya usia eritrosit.
2.
Rendahnya ekskresi hepar dan rendahnya kadar
glukoronil transferase pada neonatus.
3.
Gerakan usus yang lambat akibat belum ada
intake.
Suatu ikterus pada neonatus
dikatakan fisiologis jika ditemukan keadaan berikut, yaitu:
1.
Pertama kali muncul pada usia 24-72 jam setelah
lahir.
2.
Terjadi selama 4-5 hari pada bayi normal dan 7
hari pada bayi prematur.
3.
Kadar bilirubin tidak melebihi 15 mg/dl
4.
Tidak terdeteksi secara klinis setelah 14 hari. Atau
dengan kata lain tidak ditemukan dasar patologis.
Peningkatan level bilirubin
indirek yang lebih tinggi lagi dapat digolongkan sebagai keadaan patologis yang
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan berikut tergolong
dalam ikterus patologis, antara lain:
- Timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan.
- Bilirubin total/indirek untuk bayi
cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.
- Peningkatan bilirubin > 5
mg/dL/24 jam.
- Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
- Ikterus
yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD,
atau sepsis)
- Ikterus
yang disertai oleh: Berat lahir <2000 gram="gram" span="span">, Masa gestasi 36 minggu, Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada
neonatus, Infeksi, Trauma lahir pada kepala, Hipoglikemia
- Ikterus
klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau
>14 hari (pada prematur)
Untuk menilai kadar
bilirubin secara klinis, Kramer memperkenalkan penilaian klinis derajat ikterus
neonatal. Penilaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kramer I : Daerah kepala (Bilirubin total ± 5 – 7 mg)
2. Kramer II : Daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)
3. Kramer III
: Perut dibawah pusat - lutut
(Bilirubin total ± 10 – 13 mg)
4. Kramer IV : Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai
bawah sampai pergelangan kaki (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)
5. Kramer V : hingga telapak tangan dan telapak kaki
(Bilirubin total >17 mg%)
Untuk
mendiagnosa ikterus pada neonatus dapat dipakai bagan berikut sebagai pedoman.
Bagan
diagnosa disajikan sebagai berikut:
Penatalaksanaan: (diambil dari Standar
Penatalaksanaan IKA FK UNSRI)
- Fototerapi jika terdapat indikasi menurut grafik Cockington
- Fototerapi dihentikan jika kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi transfusi tukar bila kada bilirubin sebelumnya < 13 mg/dl.
- Transfusi tukar dilakukan bila Hb tali pusat < 10 ; kadar bilirubin tali pusat > 5 g/dl; bilirubin total meningkat > 5 g/dl; bayi menunjukkan tanda bilirubin ensefalopati ( hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, panas tinggi); anemia dengan early jaundice dengan Hb 10-13 dan kecepatan peningkatan 0,5 mg%/jam; anemia dengan bilirubin > umur bayi (jam) setelah usia 24 jam pertama; bilirubin total > 25 mg/dl; anemia progresif saat pengobatan hiperbilirubinemia.
- Taransfusi tukar ulang jika: bilirubin meningkat lagi > 1 mg%/jam setelah transfusi tukar, bilirubin meningkat lagi > 25 mg%/dl, dan persisten hemolitik anemia.
Sedangkan menurut IDAI sendiri adalah sebagai berikut:
“The American Academy of
Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata laksana
hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar
pada bayi usia gestasi ≥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi
cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian
ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali
dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu
formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi
pada bayi cukup bulan sehat.
Gartner
dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi dengan
BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian
ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang
berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI
dilanjutkan sampai 18–24 jam dan dilakukan pengukuran kadar
bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah
penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI
boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain.
Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.
Persamaannya
dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam proses
terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan jumlah ASI
yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir
dan secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan
formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta
frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu
melakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan
pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu
melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan
komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari, kadar
bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau
riwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.
Yang
dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau
(panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur pada
kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan
ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan
radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi tersebut.
Selanjutnya
pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan.
Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan
tetapi terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai
cut off point dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit
pertama kali setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L)
maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 – 14 mg/dL
(239 μmol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain
yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi berusia 3–4 hari,
direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24 jam setelah dipulangkan.
Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali dengan hiperbilirubinemia dan
kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang signifikan sehingga
pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.
Sebagian
besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap bayi
baru lahir cukup bulan dengan BST ≥ 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST ≥ 10
mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau
transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach
merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka
penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan
diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat
dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis.
Terapi
sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ.
Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada
kasus tersebut (< 12 mg/dL). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga
penting dilakukan. Pemantauan dapat berlangsung selama kurang lebih 14 hari.
Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin mencapai > 12 mg/dL.”
Lampiran: Grafik Cockington (usia gestasi > 35 minggu):
a. Untuk pedoman fototerapi:
b. Untuk transfusi tukar
Tambahan:
Kuning pada
bayi dapat juga berhubungan dengan pemberian ASI. Breastmilk jaundice mempunyai
karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari
pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia
fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab
hiperbilirubinemia lainnya. Penyebabnya berhubungan dengan pemberian ASI dari
seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi
bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Pada bayi yang mendapat ASI
terdapat dua bentuk ikterus, yaitu:
1. Early
onset breastfeeding jaundice (Onset beberapa hari pertama kehidupan)
Penurunan volume
dan frekuensi makan dapat menyebabkan dehidrasi sedang dan pengeluaran mekonium
terlambat. Dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, bayi yang
mendapat ASI lebih sering 3-6 kali mengalami ikterus. Pada bayi dengan early
onset hiperbilirubinemia, frekuensi pemberian Asi harus ditingkatkan menjadi
lebih dari 10 kali perhari. Jika BB bayi tidak naik, BAB terlambat, dan dan
mengalami kekurangan intake kalori, suplemen formula perlu diberikan. Tetapi ASI
harus tetap diberikan untuk meningkatkan produksi. Tetapi, suplemen seperti
dekstrosa dan air harus dihindari. tidak terdapat bukti jika bentuk ini berhubungan dengan abnormalitas ASI sehingga penghentian ASI hanya dilakukan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari, bilirubin meningkat >20 mg/dl, atau ibu memiliki riwayat bayi kuning pada bayi sebelumnya.
2. Late
onset breastfeeding jaundice ( Onset 6 – 14 hari kehidupan)
Bentuk yang kedua
ini terjadi dengan peningkatan bilirubin dengan puncvak di hari ke 6-14
kehidupan. Tetapi keadaan ini tidak mengindikasikan bahwa ikterus dengan bentuk
ini adalah patologis. Penyebab utama terjadinya kuning belum dimengerti dengan
baik. Diperkirakian bahwa substansi ASI seperti β-glucuronidases, dan
nonesterified fatty acids daqpat menghambat metabolisme bilirubin normal. Bilirubin
dapat turun secara perlahan setelah bayi berusia 2 minggu tetapi dapat juga bertahan sampai usia
2-3 bulan. Jika ikterus karena ASI masih diragukan atau nilai bilirubin semakin
naik, maka ASI dapat dihentikan. Jika dengan penghentian kadar bilirubin turun
(rata-rata 3 mg/dl/hari), maka diagnosa dapat ditegakkan yaitu ikterus karena
ASI sehingga ASI dapat kembali diteruskan.
"Menyusui dengan frekuensi sering walau singkat lebih baik daripada pemberian jarang dan lama".
2 comments:
boleh minta referensinya ?
Terima kasih, sangat bermanfaat
Posting Komentar