Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Senin, November 01, 2010

Infeksi


           Sepanjang waktu, tubuh kita selalu terpapar mikroba. Semua terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan, baik kulit, mulut, jalan nafas, traktus intestinal, bahkan traktus urinarius. Banyak dari mikroba tersebut bersifat pathogen dan mampu menyebabkan penyakit yang serius bila menyerbu ke jaringan yang lebih dalam.
            Invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh yang secara klinis mungkin tak tampak atau timbulnya cedera seluler local akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-antibodi disebut infeksi (Kamus Kedokteran Dorland 2006, 29ed, hal 1095). Infeksi ini dapat bersifat local maupun sistemik. Infeksi akan tetap bersifat local, subklinis, dan bersifat sementara apabila mekanisme pertahanan tubuh efektif. Infeksi local dapat menetap dan menyebar menjadi infeksi klinis atau penyakit akut, sub akut, atau kronik apabila mikroorganisme dapat mencapai system limfatik atau vascular.
            Tubuh kita mempunyai system khusus untuk memberantas infeksi. System ini akan bekerja melalui dua cara untuk mencegah infeksi: (1) dengan benar-benar merusak bahan yang menyerbu melalui fagositosis dan (2) dengan membentuk antibody atau limfosit spesifik yang dapat menghancurkan atau membuat agen infeksi menjadi tidak aktif (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall, ed9, hal 543). System ini dibagi menjadi dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan spesifik dan nonspesifik. Perlu ditekankan bahwa fungsi primer system imun adalah melenyapkan agen infeksi dan meminimalkan kerusakan yang terjadi.
II.1. Agen Infeksi.

A.    Bakteri.
                  Bakteri berukuran kecil mempunyai diameter kira-kira 0,5-1,0 µm dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ada 3 macam bentuk dasar bakteri yaitu :
  1. Bulat.
1.      Monococcus
2.      Diplococcus
3.      Streptococcus
4.      Tetracoccus
5.      Stafilococcus
6.      Sarcina
b.      Bacillus
1.      Diplobacillus
2.      Streptobacillus
c.       Coma & spiral
1.      Coma/Vibrio
2.      Spiral

                        Bagian kaku dari dinding sel bakteri adalah polimer yang disebut sebagai murein, peptidoglikan, atau mucopeptida/mucocomplex. Pada bakteri gram negative, ikatan peptidoglikan terjadi antara gugus (-NH2) dari asam mesodiaminopimelat dengan gugus karboksil dari D-alanin. Sedangkan pada bakteri gram positif, ikatan antara rantai peptidoglikan mengandung lima asam amino, glisin, serin atau alanin yang disebut ikatan penta glisina.
                        Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai membrane luar yang kaya akan lipid sebagai pencegah keluarnya enzim, mencegah masuknya bahan kimia dari luar dan enzim yang dapat merusak sel yang disebut Braun’s lipoprotein. Lapisan terluar dari membrane ini mengandung dua lapis lipopolisakarida yang bersifat endotoksin karena sifat racunnya. LPS tersusun atas tiga bagian yaitu lipid A di dalam membrane, polisakarida pusat dekat permukaan dan antigen O yang merupakan protein di permukaan membrane dengan struktur seperti rambut.
                        Pada bakteri gram positif terdapat pula asam teikoat yang merupakan polimer dari fosfat gliserol, fosfat ribitol, glukosa alanin yang terdapat pada membrane sel dan dinding sel. Fungsi asam ini diduga mengikat Mg2+ atau dapat juga untuk pengaturan enzim.

Ciri
Perbedaan relative
Gram +
Gram -
Struktus dinding
Tebal
Tipis berlapis
Komposisi dinding sel
Kandungan lipid rendah, Peptidoglikan, asam teikoat
Kandungan lipid tinggi, peptidiglikan pada lapisan dalam dan kaku
Kerentanan terhadap penisilin
Lebih rentan
Kurang rentan
Hambatan pertumbuhan oleh Kristal Violet
Dihambat
Tidak
Nutrisi
Rumit
Sederhana
Resistensi terhadap gangguan fisik
Resisten
Kurang resisten

Table 1. perbedaan bakteri gram + dan gram –

B.     Virus.
                  Virus berbeda dengan bakteri dan organism seluler lainnya. Virus hanya terdiri dari satu jenis asam nukleat (DNA atau RNA saja). Asam nukleat ini diselubungi oleh protein yang disebut Kapsid. Untuk hidup dan berkembang biak, Virus membutuhkan sel lain sebagai sel inang. Virus juga mempunyai enzim khusus yang dapat merusak dinding sel inang.
                  Virus diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri utama dan ciri-ciri sekunder. Ciri-ciri utama meliputi bentuk dan tipe asam nukleat, struktur partikel virus, jumlah kapsomer, ukuran virion, dan resistensinya. Sedangkan cirri-ciri sekunder meliputi cara penularan, dan struktur antigen. Kebanyakan virus pathogen pada manusia dan hewan terdiri atas single strain RNA atau double strain DNA dan bersifat ikosahedral atau mempunyai selubung.
                  Berdasarkan morfologinya, virus diklasifikasikan menjadi:
a.       Ikosahedral : polivirus dan adenovirus
b.      Endikal
c.       Bersampul
d.      Kompleks. (Mikrobiologi Umum, Universitas Atmajaya Yogyakarta, hal 77).
Tahapan perkembangbiakan virus adalah
a.       Penempelan virus ke dinding sel inang.
b.      Penetrasi ke sitoplasma sel inang.
c.       Pelepasan selubung.
d.      Pengambilalihan DNA sel inang oleh DNA atau RNA virus.
e.       DNA atau RNA virus mengikuti tahapan sintesis protein sel inang.
f.       Perakitan protein dan asam nukleat virus.
g.      Lisis sehingga virus baru keluar dari sel inang dan siap menginfeksi sel


II.2   Komponen Pertahanan Terhadap Infeksi
A. Non- Spesifik
     A.1. Kulit dan membrane mukosa
            Rintangan mekanis kulit dan mukosa utuh akan mencegah masuknya organism ke dalam tubuh. Rintangan ini adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap agen-agen infeksi. Kebanyakan bakteri gagal bertahan hidup lama di kulit akibat pengaruh asam laktat dan asam lemak dalam keringat dan sekresi sebasea serta pH rendah yang dihasilkan oleh keduanya.
Berbagai pertahanan fisik dan biokimia melindungi permukaan mukosa. Misalnya lisozim, suatu enzim yang ada di dalam berbagai sekresi dan mampu memecah peptidoglikan yang ada pada dinding sel bakteri.
Selain itu, mucus yang disekresi oleh membrane mukosa memblokade perlekatan bankteri dan virus pada sel epitel. Mikroba dan sel-sel lain akan terperangkap dalam mucus yang adhesive dan dibuang secara mekanis seperti yang terjadi saat bersin dan batuk. Daya sensor air mata, ludah dan urin juga bersifat protektif.

A.2. Fagosit
                   Suatu organism yang berhasil menembus permukaan epitel akan ditemui oleh sel fagosit yang banyak tersebar sepanjang tempat masuknya organisme. Ada dua tipe Fagosit utama yaitu (1) Neutrofil PMN yang memberikan pertahanan utama terhadap infeksi bakteri piogen (2) Monosit/makrofag yang aktif terhadap bakteri, virus, dan parasit intraseluler.
                   Fagosit melekat pada mikroba melalui beberapa pengenalan primitive. Selanjutnya, fagosit menelan dan membunuh mikroba dengan pembentukan enzim litik dan radikal yang mematikan, seperti anion superoksida, hydrogen peroksida, oksigen singlet, dan radikan hidroksil.
                   Fagosit mempunyai reseptor terhadap antibody dan komplemen yang membantu menunjukkannya ke mikroorganisme yang diselubungi antibody atau komplemen.

A.3. Komplemen
                   Sistem komplemen tersusun dari 20 protein plasma. Ada 3 mekanisme parallel yang independen dalam pengaktivan komplemen yaitu
a. Jalur klasik
                   Aktivasi dimulai dengan pengikatan C1 pada kompleks antigen-antibodi. C1 adalah kompleks pentamolekuler tergantung Ca2+ . Langkah pertama jalur klasik adalah pengikatan antibody pada C1q. C1q melekat  dengan afinitas tinggi pada domain CH2 molekul IgG atau CH3 pada molekul IgM.
                   Pengikatan ini akan  mengakibatkan aktivasi C1r yang selanjutnya akan memecah dua enzim C1s menjadi esterase serin C1s aktif.

b. Jalur lektin
                   MBL dalam serum dapat terikat pada gugus manose terminal pada permukaan bakteri dan kemudian mampu berinteraksi dengan MASP dan MASP2.
MBL, MASP, dan MASP2 ,secara berurut, analog dengan C1q, C1r, dan C1s. Sehingga dapat mengaktivasi jalur klasik tanpa tergantung antibody.

c. Jalur alternative
                   Jalur alternative yang teraktivasi secara spontan terus menerus menghasilkan C3b dengan kadar rendah dalam serum. Fragmen utama dari factor B (Bb) akan terikan pada C3b sehingga membentuk C3bBb yang merupakan konvertase C3 jalur alternative.
                   Fase akhir kaskade komplemen adalah pembentukan membrane attack complex dengan pemecahan C5. Pada jalur klasik dan lektin enzim konvertase C5 adalah C4b2a3b, sedangkan pada jalur alternative adalah C3bBb3b. Pemecahan ini akan menghasilkan C5a yang merupakan anafilatoksin.
                   Reaksi ini selanjutnya bersifat non-enzimatik. C5b akan berikatan dengan C6, C7, C8, dan C9 sehingga membentuk sumbat litik atau suatu molekul yang membentuk lubang pada membrane mikroba.  Pada sebagian sel dapat terjadi lisis saat terikatnya C8 pada C5b67, tetapi sebagian besar terjadi karena terikatnya C9 .

A.4. Interferon dan Factor Humoral Lainnya
                   Interferon diproduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan kadang-kadang oleh limfosit. Zat ini menyebabkan sel sekitar yang belum terinfeksi menjadi resisten terhadap virus. Interferon meningkatkan aktivitas sitotoksik sel NK.  Sel ini mampu mengenali permukaan sel yang terinfekasi tapa sesitisasi sebelumnya.

B. Spesifik
     B.1. Sel T
                   Cikal bakal sel T berkembang menjadi Sel T immunokompeten di dalam timus. Di  dalam timus terjadi dua proses penting pada limfosit T yang disebut edukasi timus.
a.       Sel T yang dapat bereaksi dengan MHCII akan mempertahankan tanda CD4+, sedangkan yang mampu bereaksi dengan MHCI akan mempertahankan CD8+. Sel yang tidak mampu bereaksi dengan keduanya akan disingkirkan.
b.      Sel CD4+ dan sel CD8+  yang mempunyai reseptor terhadap self protein akan dieliminasi melalui apoptosis.
                   Fungsi utama regulasi dijalankan oleh sel T helper yang memproduksi sitokin. Misalnya interleukin 4 dan 5 yang membantu sel B menghasilkan antibody, IL2 yang mengaktivasi sel CD4, dan IFN-γ yang mengaktifkan makrofag. Sedangkan fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksikuntuk membunuh sel yang terinfeksi virus.

B.2. Sel B
                   Sel B mempunyai dua fungsi penting, yaitu (1) berdiferensiasi menjadi sel plasma dan membentuk antibody (2) sebagai Antigen Presenting Cells (APC).
                   Pada saat embryogenesis, cikal bakal sel B ditemukan di hepar. Dari hepar, sel tersebut akan bermigrasi ke susmsum tulang. Maturasi sel B melewati 2 fase, yaitu fase tidak tergantung antigen dan fase tergantung antigen. Pada fase tidak tergantung antigen, sel induk berubah menjadi \sel pre-B dan sel B. sedangkan pada fase tergantung antigen sel B yang berubah terjadi akibat interaksi antigen dengan sel B.
                   Struktur dasar kimia globulin terdiri dari sepasang rantai H dan sepasang rantai L polipeptida yang dihubungkan oleh suatu ikatan bisulfida. Rantai H untuk tiap kelas berbeda dan menentukan karakteristik tiap kelas. Rantai L terdiri dari komponen Kappa dan Lambda yang sama untuk setiap kelas immunoglobulin. Biasanya terdiri dari dua pertiga kappa dan sepertiga lambda. Berdasarkan rantai H, Ig dibagi menjadi IgG(γ), IgA(α), IgM(   ), IgD(    ), dan IgE (    ).
                   Antibody (Immunoglobulin) merupakan kelas molekul yang dihasilkan oleh sel plasma hasil diferensiasi sel B. Ada 5 kelas antibody, yaitu:
a.      IgG – merupakan antibody terpenting dalam respon imun. IgG merupakan satu-satunya antibody yang dapat melewati plasenta. IgG tersebar merata di intravascular dan ekstravascular.
b.      IgA    merupakan immunoglobulin utama pada secret. IgA melindungi membrane mukosa dari bakteri dan virus. Komponen sekretorik pad IgA memproteksi IgA dari degradasi di saluran intestinal.
c.      IgM – merupakan immunoglobulin utama yang diproduksi pada awal respon primer dan merupakan antibody yang penting dalam proses aglutinasi, fiksasi komplemen, dan reaksi antibody lainnya.
d.     IgD – sebagai reseptor antigen
e.      IgE – yang berikatan dengan sel mast dan bassofil dalam reaksi alergi.IgE tidak dapat memfiksasi komplemen maupun melewati plasenta.

                   Ada 4 mekanisme keja antibody yaitu:
1.      Presipitasi dengan membentuk presipitat
2.      Aglutinasi
3.      Netralisasi
4.      dan Lisis

B.3. APC ( Antigen Presenting Cells)
                   Ada banyak sel yang dapat menjadi APC. Tergantung bagaiman dan diman antigen pertama kali bertemu dengan system imun. APC berfungsi menyajikan antigen pada sel T dan sel B.

II.3.  Mekanisme Respon Imun Terhadap Infeksi
A. Infeksi Virus
                        Virus adalah parasit intraseluler obligat yang berkembang biak di dalam sel hospes dan menggunakan asam nukleat dan berbagai organ seluler hospes untuk metabolism dan sintesis protein.
                        Virus masuk ke dalam hospes dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik yang berada pada permukaan sel hospes. Spesifisitas ini menentukan tropisme suatu virus pada sel atau hospes tertentu.
                        Imunitas seluler sangat penting pada infeksi virus karena banyak virus yang bersifat intraseluler sehingga tidak dikenali oleh antibody. Virus intrtaseluler ini dapat mengubah antigen permukaan membrane sel hospes atau melepaskan kuncup berbentuk partikel infeksi pada permukaan sel. Reseptor limfosit T dapat mengenali perubahan tersebut dan menimbulkan respon imun.

B. Infeksi Bakteri
                        Mekanisme pertahanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada struktur bakteri dan pada mekanisme patogenitas bakteri tersebut. Ada dua pola patogenitas bakteri, yaitu (1) toksisitas tanpa invasi (2) invasi tanpa toksisitas.

     B.1. Imunitas Non-Spesifik
                   Kulit dan membrane mukosa utuh memberikan rintangan mekanis. Berbagai factor humoral dapat membunuh bakteri.
                   Setelah masuk ke dalam tubuh, berbagai komponen bakteri dapat memicu berbagai respon non spesifik, seperti aktivasi komplemen jalur alternative. Aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin yang dapat memicu kontraksi otot polos dan degranulasi sel mast untuk meningkatkan permeabilitas vascular, opsonisasi bakteri dan kompleks serangan membrane yang mampu melisis dinding sel bakteri. Aktivasi komplemen juga bersifat kemotaktik, menarik, dan mengaktivasi neutrofil, makrofag, dan sel NK (Natural Killer, Sel fagositik ini dapat aktif tanpa sensitisasi sebelumnya). Pelepasan sitokin oleh makrofag dan sel NK akan mengaktifkan fagositosis.
B.2. Imunitas spesifik
                   Selama perjalanan infeksi bakteri, elemen respon imun spesifik diaktifkan melalui sel jaringan limfoid. Pada infeksi local terjadi pembesaran limfonodi regional atau pembesaran limfa bila organism masuk ke dalam sirkulasi darah.
                   Antibody dapat menetralkan patogenitas bakteri dengan berbagai cara. Antibody dapat memblokade reseptor pada permukaan epitel. Antibodi juga dapat menginaktifkan komponen bakteri yang dapat menghambat fagositosis. Antibodi dapat menetralkan toksin dan mencegah efek kerusakan yang dapat ditimbulkan. Antibody IgA sekretorik terhadap LPS akan menghambat perlekatan basil pada mukosa usus dan memblokade perlekatan toksin  pada reseptornya.


C. Infeksi Parasit
                        Pertahanan non spesifik relative tidak efektif terhadap parasit. Mekanisme pertahanan terhadap infeksi parasit memerlukan sel T, antobodi, dan makrofag. Pada umumnya, respon humoral penting terhadap organism yang menginvasi aliran darah seperti malaria dan lain sebagainya..
                        Antibodi dihasilkan dalam berbagai infeksi parasit, tetapi pada umumnya parasit mampu mengembangkan cara-cara untuk mengelak dari serangan antibody. Anak di daerah hiperendemik akan menderita serangan berulang pada beberapa tahun pertama kehidupan sebelum akhirnya menjadi kebal, mungkin setelah mengembangkan antibody terhadap semua varian antigen. Pada scistosomiasis, antibody yang dihasilkan dapat secara efektif memblokade infeksi kedua, tetapi organisme infeksi pertama akan tetap hidup karena mampu menghindari pengenalan antibody dengan menggunakan antigen golongan darah hospes dan histocompatibilitas sebagai kulit luarnya. Pada infeksi cacing, pelepasan histamine akan meningkatkan peristaltic usus dan menyebabkaqn eksudasi serum yang mengandung antibody protektif berkadar tinggi dari berbagai kelas immunoglobulin.
                        Limfosit T mempunyai peranan penting pada respon terhadap parasit. Makrofag yang distimulasi limfokin efektif memfagositosis protozoa intraseluler serta cacing. Sel T sitotoksik secara langsung dapat menghancurkan sel dan fibroblast jantung yang terinfeksi Tripanosoma Cruzi. Akan tetapi, pada beberapa infeksi system imun tidak dapat secara sempurna melenyapkan parasit. Sel T bereaksi terhadap antigen yang dilepaskan secara local oleh cacing atau telurnya, dan mengisolasi dengan pembentukan granuloma.

II.4 Kesimpulan
            Walaupun tubuh manusia terpapar berbagi mikroba yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, tubuh manusia dapat melindungi diri dengan mekanisme kerja system immune yang terdiri dari imunitas spesifik dan non-spesifik. Kulit, membrane mukosa, asam lambung, fagosit, interferon dan factor humoral lainnya digolongkan ke dalam system immune non-spesifik. Sedangkan sel T, sel B, dan Antigen Presenting Cell digolongkan ke dalam system immune spesifik.


DAFTAR PUSTAKA
Dorland,W.A.Newman.2002.Kamus Kedokteran Dorland 29th ed.EGC:Jakarta
Guyton & Hall.1996.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 9th ed.EGC:Jakarta
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak  FK UI.2007.Buku Kuliah 1, Ilmu Kesehatan
         Anak.Infomedika:Jakarta
Theresia Tri S,d.k.k.2008.Mikrobiologi Umum.Universitas Atma Jaya:Yogyakarta
Wahab S & Madarina Julia.2002.Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.Widya
         Medika:Jakarta
Utomo,Muhajir.2005.Format Penulisan Karya Ilmiah.UNILA:Lampung