Copas from here
Saya tergelitik untuk menulis artikel ini karena seringnya membaca dan mendengar tentang keluhan sejawat dari beberapa calon dokter di berbagai media. Sekedar untuk diketahui saat ini untuk mendapatkan gelar dokter, seorang calon dokter harus menyelesaikan masa pendidikan S1 Kedokteran selama 3.5 tahun melanjutkannya dengan program koasistensi selama 1.5 tahun. Totalnya calon dokter harus menyelesaikannya sekitar 5 tahun. Saat ini seseorang sudah resmi dapat dipanggil sebagai dokter. Namun aneh dan bin ajaibnya di negara kita ini, seseorang yang telah berlisensi dokter tersebut tidak bisa melaksanakan praktik kedokterannya dengan bebas..
Hal ini disebabkan saat ini ada program baru yang disebut “Internship” yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikannya harus magang selama 1 tahun didaerah tertentu (8 bulan di rumah sakit Tipe C atau D dan 4 bulan di puskesmas). Seoang dokter “internship” harus bersedia ditempatkan diseluruh Indonesia karena Rumah sakit Tipe C atau D jarang ada di kota besar.
Inilah yang sering dikeluhkan oleh dokter “internship” tersebut. Pertama mungkin semua akan heran jika seorang dokter yang telah berlisensi tersebut hanya digaji sebesar 1.2 juta perbulan yang digaji oleh kementrian kesehatan dan biasanya dibayarkan setiap 3 bulan.. Saya sempat terenyuh mendengar cerita dari dokter internship ini.. Gimana tidak? Buruh saja yang rata-rata bekerja selama 8 jam sehari dan hari kerjanya 5 hari perminggu saat ini gajinya sudah 1.7 juta (di Jakarta). Padahal dokter “internship” ini diwajibkan masuk 6 hari kerja perminggu dan tiap bulannya bisa dinas 24 jam jadi dokter jaga IGD atau dokter jaga bangsal sebanyak 5 kali.. Coba kita hitung buruh dengan 160 jam gajinya 1.7 juta jika kita rata-rata buruh digaji sekitar 10.000 perjam diluar jam lembur dan tunjangan lain-lain.. Dokter internship dengan jumlah jam kerja sekitar 260 jam digaji sekitar 1.2 juta maka tiap jamnya dokter internship tersebut hanya digaji sekitar 5000 per jam.. Sama jumlahnya dengan ongkos parkir..Saya pun langsung terbayang bagaimana dokter internship ini bisa menghidupi dirinya dengan gaji segitu.. Yang tidak kalah pilunya adalah karena dokter internship ini telah bergelar dokter maka enggan untuk meminta uang kepada orang tuanya.. Sehingga saya pernah menyaksikan dokter internship ini terpaksa untuk menggadaikan barang harta bendanya hanya sekedar untuk bertahan hidup..
Ternyata jika ditelusuri lebih jauh kemalangan dokter “internship” tidak berhenti sampai disana. Dokter ini rentan terhadap deraan penyakit karena memang tugasnya berhadapan dengan orang yang sakit. Tapi lucunya dokter internship ini bekerja tidak dilindungi oleh asuransi kesehatan.. Sehingga jika dokter ini sakit maka dia sendiri yang harus membayar biaya pengobatannya.. Bayangkan untuk makan saja sudah susah juga harus mencari biaya untuk kesehatannya sendiri. Selain itu dokter ini juga dibebankan dengan berbagai macam tugas dari institusi fakultas kedokteran yang mengirimnya sehingga disamping mereka berdinas juga harus menyelesaikan beban tersebut seperti adanya portofolio (laporan) kasus dari pasien yang mereka rawat, laporan jaga, dll.. Belum lagi jika mereka melakukan kesalahan, mereka harus mempertanggungjawabkan kesalahannya sendiri..
Yang menjadi pertanyaan.. Siapa yang bersalah disini? Mungkin menurut saya yang paling bertanggung jawab adalah institusi pendidikan yaitu fakultas kedokteran itu sendiri. Seharusnya mereka sebagai institusi pendidikan melindungi hak-hak dari peserta didiknya, dalam hal ini konteksnya adalah dokter internship itu sendiri.. Harusnya mereka berani bersuara dan berjuang tentang nasib dokter internship ini. Pihak lain yang bertanggung jawab adalah departemen kesehatan.. Karena yang menggaji 1.2 juta perbulan ini adalah kementrian kesehatan.. Saya sangat tidak tahu atas pertimbangan apa mereka menggaji dokter internship sebesar itu.. Karena tidak jarang dirumah sakit yang dokter umumnya sedikit dokter internship ini merupakan ujung tombak pelayanan di masyarakat..
Saya pun sempat berpikir mungkin saat ini adalah titik nadhir dari profesi kedokteran itu sendiri.. Sudah tidak ada kepedulian dari pihak yang berwenang untuk memikirkan nasib para dokter internship ini.. Para pejabat di fakultas kedokeran saat ini sibuk berebut kekuasaan dan sibuk berlomba-lomba mencari pemasukan yang banyak dengan cara setiap tahunnya menaikkan uang masuk untuk menjadi seorang mahasiswa kedokteran… Sehingga mereka lupa bahwa tugas mulianya sebagai institusi pendidikan yang bertugas untuk mencetak seorang dokter yang profesional dan berhatinurani terabaikan.. Begitu juga pejabat di kementrian kesehatan yang rata-rata adalah bukan dokter sudah pasti tidak akan memikirkan hal ini.. di pikiran mereka adalah yang penting program ini bisa berjalan..
Mungkin walaupun segelintir orang ada juga yang berempati dan bersimpati dengan dokter internship ini, tidak tahu hendak kemana untuk memperjuangkan nasib mereka…
Malangnya nasibmu oh dokter “internship”
3 comments:
Mafia dunia kesehatan tidak tersentuh KPK , makanya berkembang subur sejak orde lama - orde baru - reformasi.
internsip di lahat 7 hari seminggu :D
memang kejam si pejabat2 itu, mereka bilang butuh dokter tapi tidak meningkatkan kesejeahteraan dokter
salam dari internship bengkulu
main ke blog ane ya :)
Posting Komentar